PERILAKU BISNIS YANG MELANGGAR ETIKA
Disusun Oleh:
Nama Anggota Kelompok:
1. Fadhilah
Kurnia Fitri
13214747
2. Febrannanta
H.S.S.D 14214101
3. Indah Hari
Utari
15214263
4. Indah
Listianty
15214267
5. Jeane
Cicilia
S
15214611
6. Rita
Ulfa
D
19214542
Kelas: 3EA10
Kelompok: 8
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan dan
kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika
Bisnis tentang "Perilaku Bisnis Yang Melanggar Etika".
Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam
penyusunan makalah ini. Penulis sadar bahwa makalah ini belum sempurna dan
memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan.
Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.
Depok, 27 Maret 2017
Penulis,
KATA
PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “GENDER DAN KAJIAN TENTANG
PEREMPUAN” tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami
selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada
gading yang tak retak “, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami
selanjutnya. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta
kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Palu, 29
Mei 2012 Penyusu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kemajuan suatu negara
sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan
pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia,
yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada
pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan
adalah faktor manusianya.
Indonesia merupakan
salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara
lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan
termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah
rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari
segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia
dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara
yang sangat besar.
Namun yang lebih
memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara
yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih
studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di
seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan
rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung yang
ingin dimiliki seseorang. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas?
Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas.
Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi
sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan
mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah
negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan
dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
Oleh karena
itu, kita sebagai warga negara yang baik tidak boleh terbawa napsu untuk
memiliki uang yang banyak padahal uang tersebut bukan uang kita melainkan uang
milik negara atau uang milik perusahaan. Jika kita sudah terbawa napsu untuk
memilikinya, kita harus menerima resiko yang sudah kita lakukan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa Yang Dimaksud
Dengan Korupsi?
2. Sebutkan Jenis -
Jenis Korupsi?
3. Bagaimana Fenomena
Korupsi di Indonesia?
4. Apa Yang Dimaksud
Dengan Kejahatan Pemalsuan?
5. Sebutkan Macam -
Macam Bentuk Kejahatan Pemalsuan?
6. Apa yang
dimaksud dengan Pembajakan?
7. Apa Yang Dimaksud
Dengan Gender?
8. Apa Yang Dimaksud
Dengan Kekerasan Berbasis Gender?
9. Bagaimana Masalah
Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masyarakat?
10. Bagaimana Cara
Penyelesaiannya?
11.Apa yang dimaksud
dengan Konflik Sosial?
12. Sebutkan Jenis -
Jenis Konflik Sosial !
13. Apa yang dimaksud
dengan Polusi?
14. Sebutkan Unsur -
Unsur yang dapat menyebabkan terjadinya Polusi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Korupsi
Kata Korupsi berasal
dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi adalah mengambil yang bukan
haknya untuk kepentingan atau memperkaya diri sendiri. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku
menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat
disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan
sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang
Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228
Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil
nyata.
Pada era
Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang
dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun
dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit
sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan
kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak
dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat
negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang
pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru
menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi,
Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
2.1.1 Jenis - Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada
tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun
secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
- Kerugian
keuntungan Negara
- Suap-menyuap
(istilah lain : sogokan atau pelicin)
- Penggelapan
dalam jabatan
- Pemerasan
- Perbuatan curang
- Benturan
kepentingan dalam pengadaan
- Gratifikasi
(istilah lain : pemberian hadiah).
2.1.2 Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang
biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:
- Proses
modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
- Institusi-institusi
politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “oknum” lembaga
tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan,
kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
- Selalu muncul
kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu.
- Mereka hanya
ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya,
terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
- Partai
politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering
berubah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
- Muncul pemimpin
yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum.
- Sebagai oknum
pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari
keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
- Terjadi erosi
loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para
korup.
- Sumber
kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil
yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok
masyarakat besar (rakyat).
- Lembaga-lembaga
politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang
politik dan ekonomi bisnis.
- Kesempatan
korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jabatan dan
hirarki politik kekuasaan.
2.1.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantas Korupsi
Mewujudkan keseriusan
pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di keluarkan berbagai
kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal
9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi Presiden
Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang
menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung Dan kapolri:
- Mengoptimalkan
upaya – upaya penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
- Mencegan &
memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan
oleh jaksa (Penuntut Umum) atau Anggota polri dalam rangka penegakan
hukum.
- Meningkatkan
Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan
BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum
dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan
Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah –
langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada :
- Mendesain ulang
layanan publik .
- Memperkuat
transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg
berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
- Meningkatkan
pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
2.1.4 Upayah Yang Dapat Di Tempuh Dalam Pemberantasan
Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas
tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
1. Upaya Pencegahan (Preventif)
- Menanamkan
semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa
dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
- Melakukan
penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
- Para pejabat
dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab
yang tinggi.
- Para pegawai
selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
- Menciptakan
aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
- Sistem
keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
- Melakukan
pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
- Berusaha
melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan melalui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan,
yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan
peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa
contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
- Dugaan
korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik
Pemda NAD (2004).
- Menahan
Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
- Dugaan
korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta
(2004).
- Dugaan
penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan
negara Rp 10 milyar lebih (2004).
- Dugaan
korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
- Kasus korupsi
dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
- Kasus
penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
- Kasus
penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
- Menetapkan
seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi
Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar
(2004).
- Kasus korupsi
di KBRI Malaysia (2005).
3. Upaya Edukasi Masyarakat atau
Mahasiswa:
- Memiliki
tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
terkait dengan kepentingan publik.
- Tidak
bersikap apatis dan acuh tak acuh.
- Melakukan
kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke
tingkat pusat/nasional.
- Membuka
wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan
negara dan aspek-aspek hukumnya.
- Mampu
memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam
setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
- Indonesia
Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan
melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari
sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui
usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW
lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan
reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
- Transparency
International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi
nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju
organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah
Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota
terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti
& Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara
terbebas dari korupsi.
2.1.5 Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan
dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah
melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang
ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan
memberantas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi
“martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK
adalah sebagai berikut :
- Membangun
kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
- Mendorong
pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good
governance.
- Membangun
kepercayaan masyarakat.
- Mewujudkan
keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
- Memacu aparat
hukum lain untuk memberantas korupsi.
2.2
Pengertian Pemalsuan
Kejahatan pemalsuan
adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu
atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah
benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.
Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
1. Kebenaran
(kepercayaan) yang pelanggaranya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan
penipuan.
2. Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong dalam
kelompok kejahatan terhadap negara atau ketertiban masyarakat.
2.2.1 Macam - Macam
Bentuk Kejahatan Pemalsuan
Dalam ketentuan hukum
pidana, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, antara lain sumpah palsu,
pemalsuan uang, pemalsuan merek dan materai, dan pemalsuan surat.
1. Sumpah palsu
1. Sumpah palsu
Pasal 242 KUHP:
1.
Barang siapa dengan keadaan di mana undang-undang menentukan
supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum terhadap
keterangan yang demikian, dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas
sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, secara pribadi maupun kuasanya yang
khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
2.
Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara
pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.
3.
Disamakan dengan sumpah adalah janji atau perbuatan yang
diharuskan menurut aturan-aturan umum atau yang menjadi penganti sumpah.